Mereka dibajak tanggal 16 Maret 2011. Kapal Sinar Kudus dengan 20 awak. Semua dari Indonesia. Para pembajak adalah perompak Somalia dan meminta uang tebusan kepada keluarga korban dan pemerintah Indonesia.
Tapi negosiasi alot. Pemilik kapal itu, PT Samudera Indonesia, menilai uang tebusan terlalu tinggi, sekitar Rp 30 miliar. Pemerintah berusaha keras. Anggota keluarga yang diculik mendesak pemerintah dan si pemilik kapal agar bergegas, sebab kondisi para korban kian kritis. Pekan lalu Rezky Judiana, putri nahkoda kapal itu, Slamet Juari, menulis surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan meminta agar segera membantu pembebasan sang ayah.
Bukan cuma keluarga yang prihatin, tapi juga publik dengan rupa-rupa cara yang ditempuh. Pada jejaring sosial Facebook ada empat akun fans page yang dibuat oleh komunitas Face Book seputar kasus ini.
Akun itu antara lain, "Bebaskan Crew Kapal MV Sinar Kudus, Gerakan Galang Koin untuk Keselamatan Kapal MV Sinar Kudus, Gerakan Rakyat Dukung TNI Bebaskan Awak Kapan Sinar Kudus dan akun Dukung Nahkoda dan ABK MV SInar Kudus dari Jeratan Perampok Somalia".
Gerakan serupa juga ramai di Twitter. Puluhan ribu orang bergabung di hastag #FreeABKSinarKudus. Banyak yang menuduh pemerintah lamban dalam menanggani masalah ini. Hari ini sejumlah kampus di Jakarta menggalang tanda tangan guna menuntut pemerintah segera membebaskan awak kapal itu.
Hambatan di lapangan
Pemerintah Indonesia membantah disebut lamban. Proses pembebasan ini mengalami kendala di lapangan. Deputi Kemenko Polhukam, Sagom Tamboen, kepada VIVAnews pada Senin, 11 April 2011, mengatakan bahwa ketika kasus itu mencuat pada Maret lalu, pemerintah langsung bertindaK cepat.
"Pemerintah bukannya lamban. Karena sejak berita itu mencuat pemerintah langsung berkordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan PT. Samudera Indonesia untuk menentukan langkah-langkah yang tepat," ujar Tamboen.
Namun, tambah dia, terdapat beberapa kesulitan yang dihadap pemerintah dalam usaha membebaskan para WNI. Terutama, adalah masalah komunikasi dengan pihak pemerintah Somalia.
Dia mengatakan bahwa diperkirakan saat ini para perompak telah memasuki perairan Somalia. Namun, kordinat tepatnya belum dapat dipastikan. Tamboen menjelaskan bahwa kapal negara lain tidak bisa sembarangan memasuki perairan ini, harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari pemerintah Somalia.
"Masalahnya adalah Somalia dianggap sebagai negara gagal dengan pemerintahan yang tidak efektif. Kalau sudah begini, kepada siapa kami meminta izin," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa jika saja perampok berada di perairan bebas, pemerintah Indonesia bisa dengan leluasa berkomunikasi maupun melakukan tindakan agresif.
Kesulitan selanjutnya, ujarnya, adalah nominal tebusan yang hingga Rp30 miliar dinilai tidak logis oleh PT. Samudera Indonesia. Ditambah lagi, para perompak menginginkan agar uang tebusan dibayarkan dengan uang tunai dan dihantarkan langsung ke lokasi, tidak dengan cara ditransfer.
"Namun, kami telah menekankan kepada PT. Samudera Indonesia bahwa keselamatan anak buah kapal dan warga negara Indonesia adalah yang paling utama," ujar Tamboen sambil menambahkan PT. Samudera Indonesia sendiri tengah mengalami kesulitan keuangan.
Tamboen menolak memberikan informasi mengenai opsi-opsi pemerintah dalam menangani masalah perompak ini. Dia mengatakan bahwa strategi yang saat ini dimiliki tidak dapat dikemukakan kepada publik, demi alasan keamanan.
Namun, dengan adanya kejadian ini, pemerintah kini tengah mempertimbangkan diletakkannya gugus tugas anti perompak di perairan Aden, bergabung dengan pasukan negara-negara lainnya yang berjaga di perairan ini.
"Biayanya memang tidak murah, namun untuk kepentingan warga negara Indonesia, hal ini harus dilakukan," ujarnya.
vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.