Pemberitaan gencar mengenai pembajakan Kapal Indonesia, MV Sinar Kudus membuat Aep Saepudin terkenang pengalaman hidupnya, 10 bulan disandera perompak Somalia.
Diceritakan Aep, kala itu ia bersama 31 kru dari Filipina, Taiwan, dan China berada di kapal pancing berbendera Taiwan, Win Far 161. "Detik-detik pembajakan kejadiannya klise," kata dia, Selasa 12 April 2011.
Pada 5 April 2009, terlihat ada sebuah titik di tengah laut, di tengah Samudera Hindia. Namun, apa gerangan titik itu tidak diketahui. "Nggak tahu kapal kargo atau apa, membuntuti kami dari belakang," kata Aep.
Kebetulan, saat itu ia sedang tugas jaga. Menurut Aep, benda apapun itu, apakah drum bahkan steorofoam berdiameter beberapa centimeter pun bakal terlihat di radar.
"Saya waktu itu curiga, titik itu kaliber muatan besar, takutnya ikan paus mati atau kapal tenggelam, atau kapal terbakar. Saya beritahu ke kapten," kata Aep. Pada tanggal 5 April 2009, benda misterius itu berada di sebelah tenggara Win Far 161.
Keesokan pagi, sekitar pukul 06.00, tanggal 6 April 2009, terlihat ada kapal berbendera Seychelles berada di depan agak menyamping dari posisi Win Far 161. "Kami pikir itu bendera turis, sampai ada sekitar 6 orang mengeluarkan tembakan, mereka juga melumpuhkan radar kami."
Awalnya para kru menyangka, orang-orang yang mengeluarkan tembakan adalah tentara. "Tapi kok mereka pakai celana pendek, nggak pakai alas kaki. Ada juga yang pakai sarung. Mereka membawa AK 47," kata Aep.
Masih bertanya-tanya, para kru menurut saja ketika orang-orang bersenjata itu meminta mereka berkumpul. Siapa bisa berbahasa Inggris diminta maju dan ditanya melalui jasa penerjemah. "Saya dan kru WNI lain bilang, kami muslim, sama dengan orang Somalia. Lantas, orang Somali itu bilang don't worry be happy, kami hanya ingin kapalnya, bukan orang-orangnya," cerita Aep.
Berikutnya, kapal dan kru dibawa ke perairan Somalia. Menempuh perjalanan 14 hari. Kapal lalu melepas jangkar di perairan Somalia, 7 mil dari darat. "Sejak tanggal 6 April 2009 itu, kami tidak boleh masuk kamar dek. Semua di geladak, tidak boleh membawa pakaian," tambah dia.
Tragisnya, kru Win Far 161 baru sadar mereka jadi korban pembajakan setelah dua minggu disandera. "Kami pikir mau dibawa ke Pakistan atau negara mana. Dulu pernah kapal saya sempat dibawa ke Kolombia, diminta surat-surat oleh pemerintah setempat," kata Aep.
Apalagi, saat itu belum ramai isu pembajakan di perairan Somalia. "Sekitar 2008, isu pirate (pembajakan) baru ada di Kolombia." Bahwa mereka dibajak menjadi jelas saat bos pembajak menemui para kru dan berkata, "kami minta tebusan ke pemilik kapal kalian." Ditambahkan Aep, awalnya para pembajak meminta tebusan US$9 juta.
Terkait tragedi penyenderaan kapal win Far 161, Ecoterra, organisasi yang bermarkas di Kenya yang mengawasi pelayaran di lepas pantai Somalia, mengumumkan, tak semua awak kapal bisa berkumpul lagi bersama keluarga.
"Sayang sekali tidak semua dapat bersatu kembali dengan keluarga mereka sejak tiga pelaut (dua warga Indonesia dan satu China) meninggal dalam 10 bulan pengalaman mengerikan itu," kata Ecoterra dalam sebuah pernyataan.
vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.