Kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, GBPH Joyohadikusumo, mengatakan bahwa masyarakat Yogyakarta, termasuk raja dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tidak pernah berkhianat kepada NKRI, termasuk saat terjadi tatanan pemerintahan di Indonesia pada masa reformasi 1998.
"Pada 20 Mei 1998, masyarakat Yogyakarta melakukan pisowanan agung untuk menyikapi kepentingan nasional," katanya di Yogyakarta, Minggu.
Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, lanjut dia, juga menyatakan mendukung dan bergabung dengan Indonesia pasca Soekarno-Hatta menyampaikan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
GBPH Joyohadikusumo kemudian menjelaskan bahwa sejak bergabung dengan Indonesia, Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat adalah bersifat kerajaan dan bukan berbentuk kerajaan dan di dalamnya terdapat dua birokrasi yaitu pemerintahan dan budaya.
Pemerintahan dalam konteks keistimewaaan tersebut dipegang oleh kepala daerah yang tidak memegang batas masa jabatan, termasuk cara pengisiannya dan hubungan antara provinsi dan negara adalah bersifat langsung sehingga bertanggung jawab kepada presiden.
Birokrasi budaya, menurut dia, terletak di keraton dan hingga kini kehidupan budaya tersebut masih tetap terjaga, bahkan menjadi satu simbol keragaman Negara Kestuan Republik Indonesia (NKRI).
Keputusan untuk bergabung dengan Indonesia tersebut, lanjut dia, juga ditujukan agar masyarakat Yogyakarta memiliki tingkat kesejahteraan yang sama dengan bangsa lainnya.
"Jika sekarang Yogyakarta belum sejahtera seperti bangsa lain, maka Sultan akan tetap memimpin masyarakat untuk capai kesejahteraan," katanya.
antaranews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.