Jumat, 07 Januari 2011

Tingkat Kepuasan Publik Pada SBY Turun Terus

Bagikan ke Teman:
Ini hasil survei LSI. Tingkat kepuasan terhadap SBY turun terus. Jawaban Istana. Normal.
 
Di ujung tahun 2010, Lembaga Survei Indonesia menggelar survei guna meraba persepsi publik terhadap pemerintah dan partai-partai politik. Salah satu kesimpulannya adalah, tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus menurun sepanjang tahun 2010. Semenjak Kamis kemarin,  sejumlah pengamat, petinggi partai politik dan istana ramai menanggapi hasil survei itu.

Direktur Eksekutif LSI Dodi Ambardi menjelaskan bahwa bulan Juli 2009 tingkat kepuasan pada SBY mencapai 85 persen, namun angka ini terus menurun sehingga Oktober 2010 menjadi 62 persen. "Memang ada sedikit kenaikan tingkat kepuasan publik atas kinerja SBY dari Oktober (62 persen) sampai Desember (63 persen) tahun 2010, tetapi secara umum trennya cenderung menurun dan stagnan pada 2010," kata Dodi di kantor LSI, Menteng, Jakarta, Kamis 6 Desember 2010.

Adapun tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Wakil Presiden Boediono juga berfluktuasi sejak mulai menjabat hingga Desember 2010 yakni berkisar 49-53 persen. Hal ini, tambah Dodi, agaknya berkaitan dengan menurunnya persepsi publik atas kondisi politik, penegakan hukum, dan kondisi ekonomi yang juga cenderung mengalami penurunan. Korelasi antara persepsi publik atas kondisi politik, penegakan hukum, dan ekonomi, kata Dodi, sangat kuat dan signifikan.

Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menyatakan kecenderungan penurunan kepuasan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti ditemukan survei Lembaga Survei Indonesia masih dalam batas normal. "Kalaupun ada fluktuasi atau perubahan, ini tentu saja dalam batasan yang normal belum ekstrem," katanya. Tapi, "Saya belum bisa memberikan komentar lebih lanjut karena harus dipelajari dulu," kata Aldrin, Kamis kemarin.

Ruhut Sitompul, Juru Bicara Partai Demokrat, menyatakan kekecewaan itu sebenarnya untuk pemerintahan secara keseluruhan. Di pemerintahan itu ada menteri-menteri. "Beberapa menteri itu yang turun, Pak SBY jelas tak turun," kata Ruhut mengomentari hasil survei itu.

Elektabilitas Partai Turun

Semua partai pendukung koalisi pemerintahan juga mengalami penurunan dukungan, kecuali satu partai, Partai Kebangkitan Bangsa. Partai Demokrat yang menurut LSI pada Januari 2010 mendapat 32 persen, sekarang turun ke tingkat yang sama seperti hasil yang diperoleh dalam Pemilu 2009, 21 persen.

"Yang menarik, merosotnya dukungan terhadap Demokrat ini ternyata tidak dibarengi oleh kenaikan dukungan suara partai-partai lainnya, baik yang berada pada koalisi pemerintah maupun yang di luar koalisi pemerintah. Tidak terjadi pula kenaikan dukungan signifikan pada partai menengah dan kecil," kata Dodi.

Partai Golkar mendapat 12,7 persen, bandingkan dengan hasil Pemilu di mana mendapat 14,4 persen. Data survei itu menunjukkan, posisi Partai Kebangkitan Bangsa (4,8 persen), Partai Keadilan Sejahtera (4,6 persen), Partai Persatuan Pembangunan (2,7 persen), Gerindra (2,4 persen), Partai Amanat Nasional (2,3 persen), dan Hanura (1,2 persen).

Sebagai bahan perbandingan, lihatlah hasil Pemilu 2009 berikut ini. Partai Demokrat mendapatkan 20,85 persen, Golkar 14,45 persen, PDIP 14 persen, PKS 7,88 persen, PAN 6 persen, PPP 5,32 persen, PKB 4,94 persen, Gerindra 4,4 persen dan Hanura 3,77 persen.

Melihat hal ini, Dodi menengarai yang sedang terjadi adalah parpol dijauhi masyarakat. "Mungkin yang terjadi itu meningkatnya ketidakpercayaan dan kekecewaan publik terhadap politik dan parpol secara keseluruhan, bukan hanya sekadar kekecewaan terhadap pemerintah atau Presiden dan Wakil Presiden semata," kata Dodi.

Sementara itu, salah satu Ketua Partai Amanat Nasional, Bima Arya Sugiarto, menyatakan hasil survei yang memperlihatkan Gerindra menyalip partainya masih dalam batas margin of error. Fenomena penurunan elektabilitas PAN, kata Bima, merupakan ekspresi ketidakpuasan pada pemerintah sendiri.

"Dan itu wajarlah terjadi di tahun pertama karena ekspektasi publik yang tinggi di awal pemerintahan," kata mantan Direktur Eksekutif Charta Politika, sebuah konsultan politik itu.

Sementara Partai Kebangkitan Bangsa, melalui Sekretaris Jenderal Imam Nahrowi, kaget dengan hasil survei ini. Kaget karena di tengah guncangan konflik internal, PKB masih bisa mempertahankan basis suaranya.

"Hasil survei dan analisa LSI itu kami anggap kritik sekaligus penyemangat bagi PKB. Insya Allah, kami optimistis ada titik cerah bagi PKB di masa depan," kata Imam.

Lonceng Kematian Partai

Namun fenomena anjloknya suara sejumlah partai ini, menurut peneliti senior Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi, menjadi lonceng penanda kematian. Jika parliamentary threshold 5 persen jadi diterapkan, hanya lima atau enam partai yang bisa duduk di DPR periode 2014-2019 nanti.

Itu pun dua atau tiga partai di antaranya bak berada di lubang jarum karena survei membuktikan perolehan mereka di bawah lima persen. Hanya tiga partai yakni Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar yang dipastikan lolos melenggang.  Secara statistik partai yang aman berdasarkan survei terakhir LSI, hanya tiga partai yaitu Demokrat (21,4 persen), PDIP (14,1 persen), dan Golkar (12,7 persen).

"Tetapi yang lain misalnya PKS yang dapat 4,6 persen plus margin of error 2,9 persen kan masih bisa lolos," kata Burhan.

Bila asumsi margin of error dipandang secara optimistis maka PKB (4,8 persen) dan PKS masih ada kemungkinan lolos parliamentary threshold 5 persen. PKB pun bakal kesulitan karena survei itu baru mengambil suara elektoral, sementara untuk kursi parlemen ditentukan berdasarkan bobot kursi.

"PKB ini kan terkonsentrasi di Jawa Timur, nah di sana itu harga kursinya mahal," kata Burhan. Di Jawa, satu kursi parlemen rata-rata setara suara 400 ribu pemilih. Sedangkan untuk di luar Jawa, masih ada daerah yang hanya perlu dukungan sekitar 100 ribu pemilih untuk mendapat satu kursi di DPR.

Dampaknya, meski mendapat suara besar, politikus PKB yang duduk di DPR bisa tak mencapai parliamentary threshold. Perolehan kursi PKB di parlemen bisa saja berada di bawah partai yang mendapat suara lebih kecil namun basis kekuatan dukungan tersebar di luar Jawa. "Jadi hati-hati dalam melihatnya karena di Jawa kan kursinya mahal," kata Burhan.

vivanews.com

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.