Pemerintah Amerika Serikat mengutuk kekerasan yang tengah terjadi di Libya dan mengatakan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban.
“Kekerasan ini tidak dapat diterima. Kami percaya pemerintah Libya bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dan harus mengambil langkah untuk menghentikan kekerasan,” ujar Menteri Luar Negeri AS, Hillary Rodham Clinton, dilansir dari laman Associated Press (AP), Rabu, 23 Februari 2011.
Clinton sama sekali tak menyebutkan nama pemimpin Libya Muammar Khadafi dalam pernyataannya ini. AS juga tidak mengatakan Khadafi harus mundur seperti yang dituntutkan oleh rakyat Libya. Menurut AP, hal ini terkait dengan usaha AS untuk memulangkan warganya di Libya.
“Seperti biasanya, keamanan dan keselamatan warga Amerika akan menjadi prioritas kami. Kami berhubungan langsung dan tidak langsung dengan para staf ke pemerintahan Libya dan dengan pemerintahan di wilayah tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi di Libya,” ujar Clinton lagi.
Sebelumnya, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, PJ Crowley, mengatakan AS telah mengirimkan kapal laut dan pesawat ke Libya untuk mengangkut warganya. Namun, pada Selasa, pesawat AS yang tiba di Tripoli tidak diizinkan mendarat dan kapal laut juga belum mendapatkan izin berlabuh. “Kami tengah mengusahakan hal ini dengan pihak Libya,” ujar Crowley.
Hubungan antara Amerika Serikat dengan Libya tidak akur sejak Khadafi memerintah pada 1969. Libya dibawah kepemimpinan Khadafi disebut oleh AS sebagai negara pendukung terorisme dan perlawanan terhadap negara-negara Arab yang moderat. Mantan Presiden AS Ronald Reagan bahkan menyebut Khadafi sebagai 'anjing gila Dari Timur Tengah.'
Pada 1972, AS menarik duta besarnya dari Libya. Pengendalian ekspor militer dan pesawat terbang diberlakukan AS atas Libya pada 1972. Pada 1986, AS mengirimkan serangan udara ke Libya. Menyasar rumah Khadafi yang menewaskan bayi perempuan Khadafi. Serangan ini adalah serangan balasan terhadap pengeboman di sebuah diskotik di Berlin yang diduga diotaki oleh Libya.
vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.