Jumat, 25 Maret 2011

NATO Pimpin Operasi Larangan Terbang Libya

Bagikan ke Teman:
Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sepakat untuk memimpin operasi zona larangan terbang di Libya. Namun, NATO tidak sampai ikut-ikutan Koalisi membombardir wilayah Libya.


Menurut kantor berita Associated Press, keputusan itu diumumkan Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, di Belgia, Kamis malam waktu setempat (Jumat dini hari WIB). Kesediaan NATO ini sesuai dengan harapan Amerika Serikat (AS), yang sejak 19 Maret lalu melancarkan operasi zona larangan terbang, sekaligus serangan udara dan rudal atas fasilitas militer rezim Muammar Khadafi di Libya, di bawah bendera Koalisi Internasional bersama dengan Inggris, Prancis, dan negara-negara lain. Ketiga negara itu juga merupakan anggota NATO.

NATO diperkirakan mengambil alih kendali operasi zona larangan terbang dalam kurun waktu 72 jam. Koalisi Internasional tetap akan beroperasi, yaitu terfokus pada misi pengeboman atas kekuatan militer Khadafi dalam rangka melindungi warga sipil Libya, seperti yang diamanatkan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB 1973.

"Saat ini akan ada operasi Koalisi dan operasi NATO," kata Rasmussen. "Kami sedang mempertimbangkan apakah NATO harus mengemban tanggungjawab yang lebih luas, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Namun, keputusan itu belum dicapai," lanjut dia.

Kesediaan NATO memimpin operasi zona larangan terbang di Libya muncul setelah melalui debat selama berhari-hari di kalangan anggotanya. Keputusan NATO itu baru muncul setelah disetujui semua anggota, yang berjumlah 28 negara.

Kesepakatan NATO atas operasi di Libya itu baru terjadi setelah terjadi kompromi. Sebagai anggota, Turki sebenarnya keberatan bila NATO harus ikut campur. Namun, muncul titik temu setelah Turki dan para anggota lain sama-sama sepakat bahwa operasi NATO hanya sebatas menjaga zona larangan terbang, dan tidak ikut dalam serangan jet tempur atau rudal yang dilakukan Koalisi.  

Sementara itu, Uni Eropa sepakat untuk siap membantu pemulihan kembali Libya dari krisis. Namun, misi pemulihan itu juga harus melibatkan Perserikatan Bangsa-bangsa, Liga Arab, Uni Afrika, dan pihak-pihak lain.     

vivanews.com

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.