Selasa, 15 Maret 2011

Jakarta Evaluasi Ketahanan Gedung-gedung

Bagikan ke Teman:
Mengantisipasi ancaman gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk mengevaluasi standar ketahanan gempa gedung-gedung di Ibu Kota. Hal ini untuk mengurangi dampak kerusakan dan jatuhnya korban apabila bencana gempa bumi terjadi.


Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Pandita, Selasa (15/3/2011), saat dihubungi wartawan. Dikatakan, Jakarta sama sekali tidak memakai standar Jepang dalam mendirikan bangunan tahan gempa.

"Untuk gempa, kami berpatokan pada peraturan-peraturan dan panduan gempa nasional, bukan Jepang. Panduan tersebut sedang dievaluasi dan akan dikeluarkan versi update-nya oleh Kementerian PU (Pekerjaan Umum)," ucap Pandita.

Pernyataan Pandita itu bertolak belakang dengan pernyataan Gubernur DKI Fauzi Bowo atau Foke. Foke menyatakan, gedung-gedung di Jakarta sama kokohnya dengan di Jepang lantaran sudah didirikan berdasarkan standar yang berlaku di negeri Sakura.

"Dari tahun 1970-an memang bangunan Indonesia sudah memiliki standar ketahanan gempa. Tapi tiap negara punya standar yang berbeda-beda, tidak bisa disamakan," ungkap Pandita.

Perbedaan standar itu didasarkan pehitungan potensi gempa yang terjadi. Pandita melihat bahwa potensi gempa di Jakarta bersifat menengah (moderat), tidak sebesar potensi gempa di pantai selatan Sumatera atau Jawa.

"Ketahanan bangunan terhadap gempa bukan tahan berapa skala richter, itu suatu miskonsepsi. Bangunan di Jakarta itu tahan 0,15-0,20 ground acceleration, jadi percepatan gempa di permukaan tanah," katanya.

Sebelumnya, sebuah gempa besar berkekuatan 8,9 SR yang diikuti tsunami menyapu Prefektur Miyagi, Iwate, dan Fukushima di Jepang, Jumat (11/3/2011). Meski termasuk negara yang memiliki penelitian maju terkait gempa dan tsunami, Jepang tetap mengalami kerugian dan korban jiwa yang cukup besar. Sebanyak lebih dari 2.000 jiwa tewas, 20.820 bangunan rusak, dan 300.000 orang terpaksa mengungsi.

kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.