Peristiwa kecelakaan pesawat Merpati MA-60 buatan Xian Aircraft di laut dekat Bandara Kaimana, Sabtu 7 Mei 2011 ternyata merembet ke mana-mana. Pesawat buatan China itu dipertanyakan kelayakannya karena tidak memiliki sertifikat Federal Aviation Adminstration (FAA).
Apalagi mantan Wapres Jusuf Kalla menyatakan ia pernah menolak pembelian pesawat itu karena tidak memiliki track record. Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapa yang menyetujui pembelian pesawat itu? Komisi XI DPR memanggil pemerintah (Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN) dan Merpati untuk membahas hal itu.
Bagaimana kronologi pembelian pesawat itu? Berikut penjelasan dari Sekjen Kementerian Keuangan Mulia Nasution:
- Pada 29 Agustus 2005, pemerintah China menawarkan concessional loan (pinjaman dengan bunga rendah atau di bawah pasar) kepada pemerintah Indonesia untuk pengadaan pesawat MA-60.
- Tawaran itu ditindaklanjuti dengan kerja sama antara pemerintah dan Merpati sebagai korporasi. Merpati melakukan MoU dengan Xian Aircraft Industry mengenai rencana pembelian 15 unit pesawat MA-60 pada 24 November 2005.
- Kementerian Perhubungan mengeluarkan Aircraft Type Certificate (ATC) untuk MA-60 pada 10 Mei 2006. ATC dari Pemerintah China sendiri dikeluarkan pada 22 Juni 2003. Secara teknis pesawat ini dinyatakan laik.
- Sebagai tindak lanjut dari rencana pengadaan pesawat, Merpati melakukan kontrak pengadaan pesawat pada 7 juni 2006.
- Rekomendasi komisaris Merpati dilakukan pada 27 September dan 12 Desember 2006 atas rencana pinjaman concessional loan untuk pengadaan pesawat ini, dan kemudian disusul atas rencana penerusan pinjamannya pada Desember dari pemerintah kepada Merpati.
- Pada Oktober 2006, Menteri Negara BUMN memberikan persetujuan atas concessional loan dan agreement yaitu pada pertengahan 2007.
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memberikan persetujuan proyek tersebut pada 2006, dan pada Oktober 2007 dilakukan pertemuan kedua antara pemerintah dan pemerintah (government to government /g to g) dalam hal ini diwakili Bappenas dan Pemerintah China.
- Untuk menindaklanjuti pinjaman melalui skema g to g dan diteruskan pemerintah kepada Merpati, diperlukan payung hukum yang bernama frame work agreement baru. Berdasarkan hal ini nanti dilakukan perjanjian secara individual untuk setiap proyek, termasuk pengadaan proyek pesawat ini. Di dalam perjanjian dicantumkan komitmen dari China, bunga, hingga masa berlaku pinjaman tersebut.
- Dalam perjanjian dilakukan negosiasi dari Dirjen Perbendaharaan dan dituangkan dalam perjanjian penerusan pinjaman, yang mencantumkan tingkat bunga tersebut dan masa perjanjian.
- Dari China, melalui China Exim Bank diberikan pinjaman ke pemerintah dengan mata uang yuan dan plafon pinjaman adalah 1,8 miliar yuan ditambah bunga 2,5 persen commitment fee, 0,35 persen management fee, 0,35 persen, dan ada tenggang waktu 15 tahun. Itu termasuk batas waktu 5 tahun dan pembayaran akhir (closing pay) 5 Juli 2015 dari China. - Pinjaman dari China itu diberikan ke Merpati dalam jumlah sama, hanya dalam rupiah, sehingga risiko kurs ditanggung pemerintah.
vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan.